Senin, 25 Juni 2012

Al-Quran Sumber Segala Kebenaran & Kesinambungan Wahyu Non-Syariat



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Syair-syair
Kecintaan Mirza Ghulam Ahmad a.s.
 – Imam Mahdi dan Al-Masih Mau’ud a.s.
 Kepada Al-Quran     


(Bagian 18)


وَ مَاۤ  اَنۡزَلۡنَا عَلَیۡکَ الۡکِتٰبَ اِلَّا لِتُبَیِّنَ لَہُمُ الَّذِی اخۡتَلَفُوۡا فِیۡہِ ۙ وَ ہُدًی  وَّ  رَحۡمَۃً   لِّقَوۡمٍ  یُّؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾
Kami sekali-kali tidak menurunkan kepada engkau kitab ini kecuali supaya engkau dapat menjelaskan kepada mereka mengenai apa yang mereka telah menimbulkan perselisihan-perselisihan dan supaya menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman (Al-Nahl [16]:65).

Perlunya ada Wahyu Ilahi

      “Argumentasi terdiri dari dua jenis, yaitu induktif dan deduktif. Argumentasi induktif memungkinkan kita untuk mengenali sesuatu menurut apa yang diindikasikan seperti jika kita melihat kepulan asap maka kita akan menyimpulkan pasti ada api. Dalam argumentasi deduktif, kita bergerak dari kesimpulan ke arah kausanya atau penyebabnya. Sebagai contoh, jika kita melihat seseorang diserang demam tinggi, kita meyakini bahwa ada sesuatu yang menjadi penyebabnya.
      Kita mulai dengan argumentasi induktif tentang perlunya ada wahyu. Kiranya tidak ada yang meragukan bahwa sistem fisikal dan spiritual manusia diatur oleh hukum alam yang sama. Dalam sistem fisikal kita melihat bahwa hasrat apa pun yang ditanamkan oleh Tuhan dalam diri manusia, Dia juga telah memberikan sarana untuk pemuasannya.
     Tubuh manusia merasakan lapar dan kebutuhan akan pangan, untuk itu Tuhan telah memberikan berbagai macam makanan untuk memenuhinya. Begitu pula manusia membutuhkan air guna menghilangkan rasa hausnya dan Tuhan menyediakan sumur, mata air dan sungai untuk itu. Manusia memerlukan sinar surya dan sinar dari sumber-sumber lainnya untuk membantu penglihatannya, dan untuk itu Tuhan telah menyediakan sinar dari langit dalam bentuk matahari dan memberikan sinar dari berbagai sarana lainnya di bumi.
      Manusia membutuhkan udara untuk bernafas dan mendengar suara yang lainnya, dan untuk itu Tuhan telah menyediakannya. Begitu pula ketika manusia memerlukan pasangan untuk berkembang biak maka Tuhan telah menciptakan laki-laki sebagai pasangan wanita dan wanita sebagai pasangan laki-laki.  Singkat kata, hasrat apa pun yang telah ditanamkan Tuhan dalam diri manusia, maka Dia juga telah memberikan sarana untuk pemenuhannya.
      Sekarang kita perlu mempertimbangkan bahwa jika semua sarana telah disediakan bagi pemenuhan kebutuhan fisikal dari jasmani manusia, betapa pula yang disediakan bagi pemenuhan hasrat batin manusia akan kecintaan, pemahaman dan pengabdian kepada Tuhan. Sarana tersebut berbentuk kasyaf dan tanda-tanda Ilahi yang bisa mencerahkan pengetahuan dangkal seseorang dengan keyakinan hakiki.
     Sebagaimana Tuhan telah menyediakan sarana guna pemenuhan hasrat jasmani manusia, begitu juga Dia telah mengaruniakan sarana ruhani untuk pemenuhan kebutuhannya dan dengan demikian sistem fisikal dan spiritual akan menjadi selaras. Penalaran induktif seperti ini selanjutnya disempurnakan melalui penalaran deduktif atau dengan kata lain melalui contoh dari wahyu itu sendiri. Kesadaran akan kebutuhan terhadap sesuatu merupakan suatu hal terpisah dengan pencaharian  cara pemenuhannya.
      Kalian menyadari bahwa makanan dan air selalu tersedia bagi tubuh kalian, baik sekarang ini mau pun bagi manusia di masa lalu. Namun jika disebutkan wahyu maka kalian membatasinya hanya ada di masa berabad-abad yang lalu dan tidak mempunyai rujukan untuk itu di masa kini. Lalu bagaimana mungkin akan tercipta keselarasan di antara hukum fisikal dan spiritual di alam ini?
     Cobalah diam dan renungkan. Kalian tidak bisa menyangkal bahwa kebutuhan jasmani kalian selalu tersedia setiap saat, tetapi kalian tidak punya apa pun sebagai sarana pemenuhan kebutuhan ruhani kalian kecuali dongeng-dongeng kuno. Kalian mengetahui bahwa sumber mata air fisikal yang kalian ambil airnya untuk memuaskan dahaga sekarang ini pun masih tetap mengalir, begitu pula dengan ladang-ladang kalian yang ditanami untuk memenuhi pemuasan rasa lapar sampai sekarang ini masih tetap menghasilkan. Lalu kemanakah mata air ruhani yang selama ini biasa memuaskan dahaga keruhanian kalian dalam bentuk wahyu Ilahi? Atau pun makanan ruhani guna menghidupkan jiwa kalian. Sepertinya kalian berada di gurun pasir tanpa makanan dan air.” (Chasmai Marifat, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld. XXIII, hlm.  63-66). .

* * *

      “Wahyu adalah pesan tersembunyi yang tidak tergantung kepada perenungan atau pun pemikiran yang mendalam. Wahyu tersebut bersifat jernih dan jelas seperti perasaan seseorang yang mendengarkan seorang pembicara atau pun sentuhan dari seseorang yang menyentuhnya. Jiwa tidak akan mengalami kesakitan ruhani karenanya. Jiwa selalu memiliki keselarasan abadi dengan wahyu sebagaimana halnya kebahagiaan seorang pecinta yang memandang wujud yang dikasihinya. Wahyu adalah bentuk komunikasi dengan Tuhan yang amat menyenangkan.” (Purani Tehrerain, sekarang dicetak dalam Ruhani Khazain, jld. II, hlm.  20).


Syair-syair Mirza Ghulam Ahmad a.s.

Al-Quran Sumber Segala Kebenaran
(Urdu)

Dari Nur suci Al-Quran muncul hari yang terang
Angin musim semi semilir mengusap kuntum hati.
Mentari pun tidak memiliki Nur dan kecemerlangan ini
Pesona dan keindahannya pun tak ada pada rembulan.

Yusuf dilemparkan sendirian ke sebuah lubang
Sedangkan Yusuf  yang ini telah menarik manusia ke luar lubang.
Dari sumber segala ilmu, ia telah mengungkap ratusan kebenaran
Keindahannya menggugah wawasan mulia.

Tahukah kalian betapa luhur fitrat pengetahuan miliknya?
Penaka madu surgawi menetes dari wahyu Ilahi.
Ketika mentari kebenaran ini muncul di dunia,
Semua [burung] celepuk yang memuja kegelapan, bersembunyi semua.

Tak ada yang bisa merasa pasti di dunia ini,
Kecuali ia yang berlindung dalam wujudnya.
Ia yang diberkati dengan pengetahuannya, menjadi khazanah pengetahuan,
Ia yang tidak menyadarinya, serupa mereka yang tak tahu sesuatu apa.

Hujan rahmat Ilahi menghampiri dirinya
Wahai sialnya mereka yang meninggalkannya dan mencari yang lain.
Kecenderungan kepada dosa adalah gejala syaitan bernoda
Yang kuanggap manusia hanya mereka yang  meninggalkannya.

Wahai tambang keindahan, aku tahu Sumber engkau
Engkau adalah Nur dari Allah Yang mencipta semesta.
Aku tak hasrat dengan siapa pun, hanya engkau kasihku
Kami telah menerima nur engkau dari Dia Yang mendengar doa.

(Brahin-i- Ahmadiyah; Ruhani Khazain, jld. I, hlm.  304-305). 

* * *

Wahyu Ilahi

Dengan kalam Ilahi, fajar kebenaran telah merekah
Mata yang belum melihat kalam suci, sesungguhnya buta.
Istana hatiku dipenuhi wewangian kesturi itu
Kekasih yang telah meninggalkan, sekarang telah kembali.

Mata yang tidak melihat Nur Al-Furqan
Demi Allah, ia tidak akan dibukakan.
Mereka yang mencari taman Ilahi tetapi menyisihkan Al-Quran,
Sesungguhnya ia tidak pernah mencium wewangiannya.

Aku bahkan tidak membandingkan dengan mentari
Akan nur yang aku perhati,
Beratus mentari mengitarinya dengan rendah hati.
Sial sungguh manusia yang memalingkan wajah
Dari Nur hanya karena keangkuhan belaka.

                                    (Brahin-i- Ahmadiyah;   Ruhani Khazain, jld. I, hlm. 335).

                                                                              ***

Kesinambungan Wahyu Ilahi Non Syariat
(Urdu)

Betapa sedihnya, mereka bilang wahyu dihentikan sudah,
Kini umat hanya bergantung pada dongeng kuno sampai Kiamat tiba.
Sungguh keimanan seperti itu melawan Kalam Ilahi,
Namun siapa ‘kan membuang belenggu lama ini?

Tuhan tetap memilih siapa yang jadi penerima wahyu-Nya,
Dia tetap berbicara dengan siapa Dia suka.
      Mengapa kalian buang mustika wahyu Ilahi, hati-hatilah,
Karena hanya ini sumber kemuliaan dan kelebihan iman.

Ini adalah bunga tanpa tanding di taman surgawi,
Ini adalah wewangian yang lebih harum dari kesturi Tartari.
Ini adalah kunci pembuka pintu gerbang langit,
Ini adalah cermin pantulan wujud Sang Kekasih.

Hanya inilah senjata yang menjamin kemenangan kita,
Hanya inilah benteng, kastil keamanan kita.
Dalam Islam, hanya inilah sarana mencapai pengetahuan Ilahi,
Dongeng semata tak ‘kan menolong umat dari amukan badai.

Wahyu Ilahi pertanda pengenalan Ilahi
Yang menerimanya  ‘kan menemukan juga Sang Sahabat Abadi.
Betapa moleknya kebun kasih, jalan menujunya lewat lembah maut,
Buahnya adalah persatuan dengan Sang Kekasih meski ditingkar duri.

                                          (Brahin-i- Ahmadiyah,  jld. V; Ruhani Khazain, jld. XXI, hlm.  137)  

                                                                                  ***
                                
Penterjemah dari bahasa Inggris:  Ir.  Qoyum Khalid
Editor: Ki Langlang Buana Kusuma

Pajajaran Anyar, 26 Juni 2012

Kecemerlangan Nur Al-Quran



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Syair-syair
Kecintaan Mirza Ghulam Ahmad a.s.
 – Imam Mahdi dan Al-Masih Mau’ud a.s.
 Kepada Al-Quran     


(Bagian 17)

 

ۡۤ اُنۡزِلَ فِیۡہِ الۡقُرۡاٰنُ ہُدًی لِّلنَّاسِ وَ بَیِّنٰتٍ مِّنَ الۡہُدٰی وَ الۡفُرۡقَانِ ۚ
  Al-Quran diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia dan keterangan-keterangan yang nyata mengenai petunjuk dan pemisahkan yang hak dari yang batil ’ (Al-Baqarah [2]:186).

Syair-syair   Mirza Ghulam Ahmad a.s.

Kemerlangan Nur Al-Quran
(Urdu)

Nur dari Al-Furqan
Adalah yang paling cemerlang dari semua sinar,
Maha Suci Dia Yang dari-Nya
Mengalir sungai nur ruhani.

Pohon keimanan dalam Ketauhidan Ilahi
Sudah hampir meranggas kering
Ketika tiba mata air murni ini
Muncul dari ketiadaan.

Ya Allah, Furqan-Mu sendiri adalah alam hakiki
Yang berisi segala yang dibutuhkan makhluk ini.
Telah kucari ke seluruh dunia,
Telah kutelusuri semua tempat niaga
Yang kutemukan adalah piala satu ini
Berisi ilmu hakiki Sang Ilahi.
Tak ada padanan Nur ini
Di segenap penjuru bumi

Fitratnya unik dalam segala hal
Tanpa tanding di segala bidang.
Semula kukira bahwa Furqan serupa dengan tongkat Musa,
Setelah kurenungi mendalam nyatanya
Setiap katanya adalah Al-Masih.


Jika buta mata mereka
Itu kesalahan mereka sendiri,
Padahal Nur ini telah bersinar
Seterang seratus mentari.

Betapa menyedihkan kehidupan
Umat manusia di dunia,
Yang hatinya tetap membuta
Meski tersedia Nur hakiki ini.

(Brahin-i- Ahmadiyah; Ruhani Khazain, jld. I, hlm.  305-306).

* * *

Penterjemah dari bahasa Inggris:  Ir.  Qoyum Khalid
Editor: Ki Langlang Buana Kusuma

Pajajaran Anyar, 26 Juni 2012



Keindahan Al-Quran



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ



Syair-syair
Kecintaan Mirza Ghulam Ahmad a.s.
 – Imam Mahdi dan Al-Masih Mau’ud a.s.
 Kepada Al-Quran     


(Bagian 16)



اِنَّ ہٰذَا  الۡقُرۡاٰنَ  یَہۡدِیۡ  لِلَّتِیۡ ہِیَ اَقۡوَمُ
 Sesungguhnya Al-Quran ini membimbing kepada apa yang paling lurus’ (Bani Israil [17]:10).

Syair-syair   Mirza Ghulam Ahmad a.s.

Keindahan Al-Quran
(Urdu)

Pesona dan keindahan Al-Quran
Adalah Nur dan kehidupan setiap Muslim,
Rembulan mungkin kecintaan lainnya
Bagi kami yang terkasih Al-Quran semata.

Telah kucari ke berbagai penjuru
Tak bersua sama sekali tandingannya,
Bagaimana tidak ada padanannya
Ia adalah Kalam Suci Tuhan Yang Maha Kaya.

Setiap kata di dalamnya berisi kehidupan
Dan Sumber mata air tak berkesudahan,
Tak ada kebun yang demikian indah
Tidak juga taman serupanya.


Kalam Allah Yang Maha Pengasih
Tak ada bandingannya,
Meski mutiara dari Oman
Atau pun mirah dari Badakshan.

Bagaimana mungkin ucapan manusia
Bisa mengimbangi Kalam Ilahi?
Di sini kekuatan Samawi, di sana tanpa daya,
Bedanya demikian nyata.

Dalam pengetahuan dan kefasihan
Bagaimana mungkin manusia mengimbangi-Nya?
Padahal para malaikat pun
Tak berdaya di hadirat-Nya.

Bahkan kaki serangga kecil pun
Tak mampu manusia mencipta,
bagaimana mungkin baginya
Mencipta Nur Sang Maha Perkasa?

Wahai manusia, perhatikanlah
Keagungan Tuhan Yang Maha Akbar
Kendalikan lidah kalian
Jika ada sedikit saja keimanan kalian.

Menganggap ada yang sama dengan Tuhan
Adalah kekafiran pada puncaknya,
Takutlah kepada Tuhan, wahai sayangku
Betapa dusta dan fitnah hal ini.

Jika kalian menerima Ketauhidan Ilahi
Mengapa hati kalian berisi penuh berhala?
Tabir kegelapan apa yang telah menyelimuti hati kalian.
Sesungguhnya kalian telah berdosa
Bertaubatlah, jika kalian takut kepada Allah.

Aku tidak mengharapkan buruk bagi kalian, saudaraku
Ini hanyalah nasihat sederhana
Hati dan jiwaku adalah persembahan bagi
Siapa pun yang berhati mulia.

(Brahin-i- Ahmadiyah; Ruhani Khazain, jld. I, hlm.  198- 204).

* * *

Penterjemah dari bahasa Inggris:  Ir.  Qoyum Khalid
Editor: Ki Langlang Buana Kusuma

Pajajaran Anyar, 26 Juni 2012