Syair-syair
Kecintaan Mirza Ghulam
Ahmad a.s.
– Imam Mahdi dan Al-Masih Mau’ud a.s. –
Kepada Al-Quran
(Bagian 18)
وَ مَاۤ
اَنۡزَلۡنَا عَلَیۡکَ الۡکِتٰبَ اِلَّا لِتُبَیِّنَ لَہُمُ الَّذِی اخۡتَلَفُوۡا
فِیۡہِ ۙ وَ ہُدًی وَّ رَحۡمَۃً
لِّقَوۡمٍ یُّؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾
Kami sekali-kali tidak menurunkan kepada engkau kitab ini
kecuali supaya engkau dapat menjelaskan kepada mereka mengenai apa yang mereka
telah menimbulkan perselisihan-perselisihan dan supaya menjadi petunjuk dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman (Al-Nahl [16]:65).
Perlunya ada Wahyu Ilahi
“Argumentasi
terdiri dari dua jenis, yaitu induktif
dan deduktif. Argumentasi induktif memungkinkan kita untuk
mengenali sesuatu menurut apa yang diindikasikan
seperti jika kita melihat kepulan asap
maka kita akan menyimpulkan pasti ada api.
Dalam argumentasi deduktif, kita
bergerak dari kesimpulan ke arah kausanya
atau penyebabnya. Sebagai contoh,
jika kita melihat seseorang diserang demam
tinggi, kita meyakini bahwa ada sesuatu yang menjadi penyebabnya.
Kita mulai
dengan argumentasi induktif tentang
perlunya ada wahyu. Kiranya tidak ada
yang meragukan bahwa sistem fisikal
dan spiritual manusia diatur oleh hukum alam yang sama. Dalam sistem fisikal kita melihat bahwa hasrat apa pun yang ditanamkan oleh
Tuhan dalam diri manusia, Dia juga telah memberikan sarana untuk pemuasannya.
Tubuh manusia
merasakan lapar dan kebutuhan akan pangan, untuk itu Tuhan telah memberikan
berbagai macam makanan untuk
memenuhinya. Begitu pula manusia membutuhkan air guna menghilangkan rasa
hausnya dan Tuhan menyediakan sumur, mata air dan sungai untuk itu. Manusia
memerlukan sinar surya dan sinar dari sumber-sumber lainnya untuk
membantu penglihatannya, dan untuk
itu Tuhan telah menyediakan sinar
dari langit dalam bentuk matahari dan
memberikan sinar dari berbagai sarana lainnya di bumi.
Manusia
membutuhkan udara untuk bernafas dan mendengar suara yang
lainnya, dan untuk itu Tuhan telah menyediakannya. Begitu pula ketika manusia
memerlukan pasangan untuk berkembang biak maka Tuhan telah
menciptakan laki-laki sebagai pasangan
wanita dan wanita sebagai pasangan
laki-laki. Singkat kata, hasrat apa pun yang telah ditanamkan Tuhan dalam diri manusia,
maka Dia juga telah memberikan sarana
untuk pemenuhannya.
Sekarang kita
perlu mempertimbangkan bahwa jika semua sarana
telah disediakan bagi pemenuhan kebutuhan
fisikal dari jasmani manusia, betapa
pula yang disediakan bagi pemenuhan hasrat
batin manusia akan kecintaan, pemahaman dan pengabdian kepada Tuhan. Sarana
tersebut berbentuk kasyaf dan tanda-tanda Ilahi yang bisa mencerahkan pengetahuan dangkal seseorang dengan keyakinan hakiki.
Sebagaimana
Tuhan telah menyediakan sarana guna
pemenuhan hasrat jasmani manusia,
begitu juga Dia telah mengaruniakan sarana
ruhani untuk pemenuhan kebutuhannya
dan dengan demikian sistem fisikal
dan spiritual akan menjadi selaras.
Penalaran induktif seperti ini
selanjutnya disempurnakan melalui penalaran deduktif
atau dengan kata lain melalui contoh dari wahyu
itu sendiri. Kesadaran akan kebutuhan
terhadap sesuatu merupakan suatu hal
terpisah dengan pencaharian cara pemenuhannya.
Kalian
menyadari bahwa makanan dan air selalu tersedia bagi tubuh kalian, baik sekarang
ini mau pun bagi manusia di masa lalu. Namun jika disebutkan wahyu maka kalian membatasinya hanya ada
di masa berabad-abad yang lalu dan tidak mempunyai rujukan untuk itu di masa
kini. Lalu bagaimana mungkin akan tercipta keselarasan
di antara hukum fisikal dan spiritual di alam ini?
Cobalah diam
dan renungkan. Kalian tidak bisa menyangkal bahwa kebutuhan jasmani kalian selalu tersedia setiap saat, tetapi kalian
tidak punya apa pun sebagai sarana
pemenuhan kebutuhan ruhani kalian
kecuali dongeng-dongeng kuno. Kalian
mengetahui bahwa sumber mata air fisikal
yang kalian ambil airnya untuk
memuaskan dahaga sekarang ini pun
masih tetap mengalir, begitu pula dengan ladang-ladang kalian yang ditanami
untuk memenuhi pemuasan rasa lapar sampai sekarang ini masih tetap
menghasilkan. Lalu kemanakah mata air
ruhani yang selama ini biasa memuaskan dahaga
keruhanian kalian dalam bentuk wahyu
Ilahi? Atau pun makanan ruhani
guna menghidupkan jiwa kalian.
Sepertinya kalian berada di gurun pasir tanpa makanan dan air.” (Chasmai Marifat, sekarang
dicetak dalam Ruhani Khazain,
jld. XXIII, hlm. 63-66). .
* * *
“Wahyu adalah pesan tersembunyi yang tidak tergantung kepada perenungan atau pun pemikiran
yang mendalam. Wahyu tersebut
bersifat jernih dan jelas seperti perasaan seseorang yang mendengarkan seorang pembicara atau pun sentuhan dari seseorang yang menyentuhnya.
Jiwa tidak akan mengalami kesakitan
ruhani karenanya. Jiwa selalu
memiliki keselarasan abadi dengan wahyu
sebagaimana halnya kebahagiaan seorang pecinta
yang memandang wujud yang dikasihinya.
Wahyu adalah bentuk komunikasi dengan
Tuhan yang amat menyenangkan.” (Purani Tehrerain, sekarang
dicetak dalam Ruhani Khazain,
jld. II, hlm. 20).
Syair-syair Mirza Ghulam Ahmad a.s.
Al-Quran
Sumber Segala Kebenaran
(Urdu)
Dari
Nur suci Al-Quran muncul hari yang terang
Angin
musim semi semilir mengusap kuntum hati.
Mentari
pun tidak memiliki Nur dan kecemerlangan ini
Pesona
dan keindahannya pun tak ada pada rembulan.
Yusuf dilemparkan sendirian ke sebuah lubang
Sedangkan Yusuf yang ini telah menarik manusia ke luar lubang.
Dari sumber segala ilmu, ia telah mengungkap ratusan
kebenaran
Keindahannya menggugah wawasan mulia.
Tahukah
kalian betapa luhur fitrat pengetahuan miliknya?
Penaka
madu surgawi menetes dari wahyu Ilahi.
Ketika
mentari kebenaran ini muncul di dunia,
Semua
[burung] celepuk yang memuja kegelapan, bersembunyi semua.
Tak ada yang bisa merasa pasti di dunia ini,
Kecuali ia yang berlindung dalam wujudnya.
Ia yang diberkati dengan pengetahuannya, menjadi khazanah pengetahuan,
Ia yang tidak menyadarinya, serupa mereka yang tak tahu sesuatu apa.
Hujan
rahmat Ilahi menghampiri dirinya
Wahai
sialnya mereka yang meninggalkannya dan mencari yang lain.
Kecenderungan
kepada dosa adalah gejala syaitan bernoda
Yang
kuanggap manusia hanya mereka yang
meninggalkannya.
Wahai tambang keindahan, aku tahu Sumber engkau
Engkau adalah Nur dari Allah Yang mencipta semesta.
Aku tak hasrat dengan siapa pun, hanya engkau kasihku
Kami telah menerima nur engkau dari Dia Yang mendengar
doa.
(Brahin-i- Ahmadiyah;
Ruhani Khazain,
jld. I,
hlm. 304-305).
* * *
Wahyu
Ilahi
Dengan
kalam Ilahi, fajar kebenaran telah merekah
Mata
yang belum melihat kalam suci, sesungguhnya buta.
Istana
hatiku dipenuhi wewangian kesturi itu
Kekasih
yang telah meninggalkan, sekarang telah kembali.
Mata yang tidak melihat Nur Al-Furqan
Demi Allah, ia tidak akan dibukakan.
Mereka yang mencari taman Ilahi tetapi menyisihkan
Al-Quran,
Sesungguhnya ia tidak pernah mencium wewangiannya.
Aku
bahkan tidak membandingkan dengan mentari
Akan
nur yang aku perhati,
Beratus
mentari mengitarinya dengan rendah hati.
Sial
sungguh manusia yang memalingkan wajah
Dari
Nur hanya karena keangkuhan belaka.
(Brahin-i-
Ahmadiyah; Ruhani Khazain, jld. I, hlm. 335).
***
Kesinambungan
Wahyu Ilahi Non Syariat
(Urdu)
Betapa sedihnya,
mereka bilang wahyu dihentikan sudah,
Kini umat hanya
bergantung pada dongeng kuno sampai Kiamat tiba.
Sungguh keimanan
seperti itu melawan Kalam Ilahi,
Namun siapa ‘kan
membuang belenggu lama ini?
Tuhan
tetap memilih siapa yang jadi penerima wahyu-Nya,
Dia
tetap berbicara dengan siapa Dia suka.
Mengapa kalian buang mustika wahyu Ilahi,
hati-hatilah,
Karena
hanya ini sumber kemuliaan dan kelebihan iman.
Ini adalah bunga tanpa tanding di taman
surgawi,
Ini adalah wewangian yang lebih harum dari
kesturi Tartari.
Ini adalah kunci pembuka pintu gerbang
langit,
Ini adalah cermin pantulan wujud Sang
Kekasih.
Hanya
inilah senjata yang menjamin kemenangan kita,
Hanya
inilah benteng, kastil keamanan kita.
Dalam
Islam, hanya inilah sarana mencapai pengetahuan Ilahi,
Dongeng
semata tak ‘kan menolong umat dari amukan badai.
Wahyu Ilahi pertanda pengenalan Ilahi
Yang menerimanya ‘kan menemukan juga Sang Sahabat Abadi.
Betapa moleknya kebun kasih, jalan menujunya
lewat lembah maut,
Buahnya adalah persatuan dengan Sang Kekasih
meski ditingkar duri.
(Brahin-i- Ahmadiyah, jld. V; Ruhani Khazain, jld. XXI, hlm. 137)
***
Penterjemah
dari bahasa Inggris: Ir.
Qoyum Khalid
Editor: Ki
Langlang Buana Kusuma
Pajajaran Anyar, 26 Juni 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar